BANUATODAY.COM, MARABAHAN - Hampir sepanjang tahun sebagian besar lahan pertanian di Barito Kuala (Batola) terendam banjir, hal ini terus berulang sejak tiga tahun yang lalu.
Permasalahan ini sangat serius mengingat hampir seluruh masyarakat di Batola hidup dari pertanian.
“Sudah tiga tahun hampir tidak bisa panen. Jangankan panen, untuk memulai bertani saja tidak bisa jika lahan terendam. Baru-baru ini air mulai surut, sekitar lima hari yang lalu karena panas yang kuat. Biasanya bulan desember itu air mulai pasang, kalau pasang jalan poros memang tidak terendam, tapi usaha taninya terendam. Biasa bulan juli mulai mengering, tapi kalau tidak mengering juga ya gagal panen,” keluh Kepala Desa Pantai Hambawang, Mahdiyanoor.
Tak ingin masyarakat yang mayoritasnya menggantungkan hidup dengan menggarap sawah merugi kala lahan terendam banjir, Komisi II DPRD Provinsi Kalsel kawal perkembangan inovasi Padi Apung yang sejak akhir tahun 2022 lalu telah diuji cobakan.
BACA JUGA : Pulau Bekantan Riam Kanan Bakal Jadi Wisata Baru yang Unik Kalsel
Bersama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Provinsi Kalsel dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (Distan TPH) Batola, Komisi II gelar pertemuan di Kantor Kepala Desa Pantai Hambawang, Kabupaten Batola, Jum’at (26/5) pagi, yang juga dihadiri oleh kelompok tani dan masyarakat sekitar.
Dalam pertemun ini, Sekretaris DPKP Provinsi Kalsel, H. Imam Subarkah, S.P., menjelaskan bahwa Padi Apung merupakan suatu alternatif di saat bertani di lahan konvensional tidak memungkinkan karena terendam banjir.
Pemerintah provinsi saat ini juga sedang mengupayakan alokasi dana bantuan untuk pengembangan inovasi Padi Apung agar semakin masif.
“Media styrofoam Padi Apung ini menurut kami masih sangat rentan, rawan patah, kena angin kencang juga bisa lepas atau robek. Kami sebetulnya sudah menjajaki dengan pabrik plastik di Surabaya, mudah-mudahan bisa kita lakukan uji coba, agar kita tetap bisa mengapungkan pot itu dengan biaya lebih murah dan lebih mudah. Namun saat ini hal itu masih tahapan, masih panjang jalannya,” papar Imam.
Senada dengan Imam, Kepala Distan TPH Batola, Ir. Murniati, M.P., berharap inovasi Padi Apung ini bisa mengurangi beban petani yang sudah sejak tahun 2020 jauh dari kata produktif.
“Padi apung ini tentunya sangat membantu sekali saat terjadi bencana banjir, sudah 3 tahun terakhir kita terendam, jadi sangat membantu perekonomian masyarakat disini, ini salah satu solusi agar masyarakat tetap produktif bahuma,” ujar Murniati.
Selain Batola, Komisi II juga memantau perkembangan inovasi Padi Apung di Kabupaten Balangan. Kepala Bidang Tanaman Pangan Hortikultura Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKP3) Kabupaten Balangan, Rizkianor Fauzi, S.P., mengatakan secara analisa ekonomi sementara ini memang program Padi Apung kurang menguntungkan.
Namun meskipun padat modal, program ini banyak kelebihannya, dan yang paling utama tentu fungsinya sebagai solusi daerah yang sering terendam sepanjang tahun.
“Ini bukan suatu pengganti padi yang ditanam di lahan yang ada, ini suatu alternatif khususnya untuk daerah yang memang sepanjang tahun terendam, memang perlu inovasi itu. Yang sekarang kita cari solusi bagaimana agar penggunaan padi apung bisa berbiaya lebih murah,” terang Rizkianor.
Anggota DPRD Komisi II, H. Iberahim Noor, S.E., berharap ditengah-tengah ancaman banjir, baik Batola maupun Balangan tetap bisa bertahan sebagai lumbung padi Kalsel. Untuk kendala biaya yang mahal, menurutnya perlu kolaborasi untuk memikirkan bersama alternatif styrofoam, misal dengan plastik daur ulang, bambu, dan lain sebagainya.
“Dari informasi dalam pertemuan tadi, ternyata program Padi Apung ini biaya-biaya yang dikeluarkan belum bisa mengcover atas hasil padi apung ini. Saya mengharapkan lebih banyak program untuk mengembangkan Padi Apung ini. Di Balangan tadi juga ada info bahwa Padi Apung ini akan dikembangkan menjadi salah satu daya tarik desa wisata,” pungkasnya. (pr/win)
BACA JUGA : Sudah 20 Ribu Jemaah Haji Diberangkatkan ke Tanah Suci, 21 Dirawat dan 1 Wafat