EKSPOSE - Polda Kalsel ekspose kasus pencabulan terhadap sejumlah bocah oleh seorang oknum guru honorer di Kota Banjarmasin, Selasa (20/6/2023). (Dok. Humas Polda Kalsel) |
BANUATODAY.COM, BANJARMASIN - Polda Kalsel mengungkap modus oknum guru honorer di Kota Banjarmasin yang mencabuli enam bocah.
Melalui konferensi pers, Selasa (20/06/2023), Kombes Pol Suhasto S.I.K., M.H., selaku Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dir Reskrimsus) Polda Kalsel membeberkan modus pelaku.
Dir Reskrimsus Polda Kalsel Kombes Pol Suhasto mengungkapkan, modus yang dilakukan oleh tersangka MPH yakni dengan menyewa jasa Prank dengan akun bernama JASMINE yang didapat di media sosial Telegram untuk melakukan Video Call Sex (VCS) dengan Korban.
Setelah aktivitas VCS korban tersebut direkam dan dikirimkan ke Pelaku oleh jasa Prank, kemudian video rekaman tersebut digunakan oleh tersangka untuk mengelabui dan melakukan tipu muslihat kepada Korban.
Lanjut Kombes Pol Suhasto, tersangka kemudian berbohong kepada Korban dengan mengatakan bahwa ada akun Instagram @loveyourloveeer yang ternyata akun tersebut milik yang bersangkutan sendiri akan menyebarkan rekaman VCS yang dilakukan oleh Korban.
BACA JUGA : Seks Menyimpang, Guru Honorer di Banjarmasin Cabuli 6 Bocah
Karena takut tersebar, Korban lalu mau disuruh oleh tersangka MPH untuk menghubungi akun Instagram tersebut dan kemudian diminta untuk menuruti apa saja yang diinginkan oleh akun Instagram itu.
Setelah korban menuruti keinginan akun Instagram tersebut untuk membuat beberapa video vulgar dan direkam oleh tersangka yang kemudian hasil rekaman tersebut dikirimkan oleh tersangka MPH ke WhatsApp Grup bernama Pokmay yang beranggotakan beberapa orang.
Menurut Dir Reskrimsus, tersangka MPH sudah mengalami orientasi sex menyimpang sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Sedangkan alasan tersangka melakukan aktifitas asusila tersebut kepada anak di bawah umur, karena yang bersangkutan lebih banyak bersosialisasi dengan anak-anak.
Terlebih profesi tersangka yang merupakan seorang guru dan membuka bimbingan belajar tingkat SD dan SMP sehingga memudahkan tersangka mengendalikan para korban.
Atas perbuatannya, tersangka MPH dijerat dengan Pasal 82 ayat (1) dan (2) Jo Pasal 76E Undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan/atau Pasal 45 Ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (pol/win)