PEMETAAN - Anggota Bawaslu Lolly Suhenty (tengah) saat saat membuka Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis: Politisasi SARA di Yogyakarta, Selasa (10/10/2023). |
Hala itu diungkapkan Bawaslu dalam rilis provinsi yang berpotensi memiliki kerawanan tinggi Politisasi SARA (suku, agama, rasa, dan antargolongan) di Pemilu 2024.
Anggota Bawaslu Lolly Suhenty menyebut provinsi tertinggi pertama yakni DKI Jakarta dan kedua, Maluku Utara (Malut).
Kemudian lanjut Lolly, ketiga, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Lalu, keempat papua Barat (Papbar), kelima Jawa Barat (Jabar), dan keenam Kalimantan Barat (Kalbar).
"Inilah enam provinsi paling rawan,kalau kita bicara soal isu soal politisasi sara" katanya saat membuka Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 Isu Strategis: Politisasi SARA di Yogyakarta, Selasa (10/10/2023).
Berdasarkan pemetaan yang disusun Puslitbangdiklat Bawaslu tersebut Lolly berharap, terhadap enam provinsi berpotensi kerawanan tertinggi soal Isu Politisasi SARA ini, memiliki strategi dalam melakukan pencegahannya.
"Lakukan upaya pencegahan dengan melibatkan dengan berbagai pihak, baik yang ada di provinsi maupun kabupaten/kota. Alasannya, upaya pencegahan yang baik yaitu dengan membangunnya melalui komunikasi dengan berbagai pihak terkait yang bertujuan mencegah melakukan politisasi SARA," ujarnya.
Selanjutnya, di tingkat kabupaten/kota tercatat 20 daerah yang memiliki kerawanan tinggi diantaranya Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jaya Wijaya, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Puncak, Kabupaten Administrasi Pulau Seribu, Kota Jakarta Pusat, Kabupaten Sampang, Kabupaten Halmahera Tengah, Kabupaten Alor, Kabupaten Malaka, Kabupaten Mappi, Kota Jakarta Barat.
Potensi kabupaten/kota terawan selanjutnya yakni Kabupaten Kepulauan Yapen, Kota Jakarta Timur, Kabupaten Mimika, Kabupaten Memberamo Tengah, Kabupaten Sleman, Kabupaten Landak, Kabupaten Sarmi, dan Kota Sabulussalam.
"Dari dua puluh (20) kabupaten/kota sembilan diantaranya ada di Indonesia Timur, maka dibutuhkan upaya perencanaan terbaik,," ujarnya.
Enam provinsi kerawanan tertinggi berdasarkan agregat kabupaten/kota yakni Papua Tengah, DKI Jakarta, Banten, Daerah Istimewa Yogyakarta, Papua Pegunungan, dan Maluku Utara.
“Provinsi yang dipetakan peristiwanya banyak terjadi di Kabupaten/Kota, Waspadalah lakukan upaya pencegahan terbaik supaya ini tidak terjadi di 2024,” tegasnya.
Tidak hanya itu, Srikandi Bawaslu itu turut memaparkan kekerasan berbasis SARA merupakan muara dari berbagai indikator politisasi SARA, yakni kampanye di media sosial, kampanye tempat umum, dan penolakan calon berbasis SARA.
“Artinya,Penolakan calon berbasis sara kalau terjadi, itu akan berpengaruh terhadap meningkatnya kekerasan berbasis SARA”
Selanjutnya dalam pemaparannya Lolly menyebutkan Provokasi di Media Sosial menjadi modus kekerasan berbasis SARA tertinggi baik di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kedua adalah Provokasi Online, Bentrok antar Kelompok dan Kerusuhan Warga.
Untuk itu, dia mengajak semua pihak untuk berkolaborasi melakukan upaya pencegahan Politisasi SARA dengan melibatkan berbagai pihak terkait, Seperti Kemenkominfo, Dewan Pers, Pkatform Media Sosial untuk pencegahan kampanye dan provokasi SARA di media sosial dan media massa lainnya. Serta Kerjasama dengan para pihak seperti TNI/Polri dan BIN untuk menidentifikasi gejala politisasi SARA dan mencegah berkembangnya Politisasi SARA.
Sekadar informasi, kegiatan Peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024 dengan Isu Strategis Politisasi Sara, bertujuan untuk Melakukan pemetaan kerwaanan isu politisasi SARA dalam pelaksanaan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024.
Diharapkan juga, IKP tersebut dapat dijadikan sebagai instrument proyeksi dan deteksi dini dalam melakukan pencegahan, dan menjadikan IKP sebagai instrument dan dasar dalam menyusun dan menjalankan program pencegahan dan pengawasan bagi jajaean Bawaslu, khususnya dalam isu politisasi SARA. (pr/win)