Karen Agustiawan saat ditahan KPK. (istimewa) |
BANUATODAY.COM, JAKARTA - Penetapan tersangka yang disertai penahanan terhadap eks Dirut PT Pertamina Hj. Galaila Karen Kardinah (GKK) atau yag dikenal dengan Karen Agustiawan (GA) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berbuntut gugatan praperadilan.
Karen Agustiawan mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Pihak PN Jaksel membenarkan adanya permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan.
Karen ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi pembelian liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair.
Pejabat Humas PN Jakarta Selatan, Djuyamto mengatakan permohonan praperadilan atas nama tersebut diajukan pada hari Jumat (6/10/2023) lalu.
"Memang betul telah masuk permohonan praperadilan yang diajukan oleh Karen Agustiawan pada hari Jumat 6 Oktober 2023 dan kemudian permohonan tersebut ditujukan kepada KPK," ungkap Djuyamto dalam keterangannya.
Menanggapi gugatan itu, KPK menyatakan siap. "KPK tentu siap hadapi permohonan praperadilan (Karen Agustiawan) dimaksud," ujar Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri kepada wartawan, Senin (9/10/2023).
Ali menjelaskan, perihal penetapan status tersangka terhadap Karen Agustiawan tentunya KPK tidak sembarangan. Pihaknya memiliki kecukupan bukti.
"Kami ingin tegaskan, alat bukti KPK lengkap dan semua dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan sebagaimana hukum acara pidana dan UU KPK," terangnya.
Lebih lanjut Ali mengungkapkan praperadilan bukan tempat untuk melakukan uji substansi perkara. Karenanya, KPK akan tetap melakukan penyidikan terhadap Karen Agustiawan.
"Sebagai pemahaman bersama, praperadilan bukan tempat uji substansi perkara, karena hal itu silakan nanti di pengadilan Tipikor," katanya.
KPK menetapkan GKK alias KA selaku Direktur Utama PT Pertamina (Persero) tahun 2011 s.d 2014 sebagai Tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) pada PT Pertamina (Persero) tahun 2011 s.d 2021.
KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap Tersangka GKK alias KA untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 19 September s.d 8 Oktober 2023. Penahanan dilakukan di Rutan KPK.
Dalam konstruksi perkaranya, pada tahun 2012 PT Pertamina (Persero) memiliki rencana melakukan pengadaan LNG sebagai alternatif mengatasi defisit gas di Indonesia yang diperkirakan terjadi pada kurun waktu 2009 s.d 2040. Sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN, Industri Pupuk, dan Industri Petrokimia lainnya di Indonesia.
GKK alias KA kemudian mengeluarkan kebijakan menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG dari luar negeri, diantaranya perusahaan CCL LLC Amerika Serikat. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan sepihak oleh GKK alias KA tanpa kajian menyeluruh dan tidak melaporkan kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero). Selain itu tidak dilakukan pelaporan untuk menjadi bahasan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerinah. Sehingga tindakan GKK alias KA tersebut tidak mendapatkan persetujuan dari pemerintah.
Oleh karenanya seluruh kargo LNG milik PT Pertamina (Persero) yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat itu tidak terserap di pasar domestik, yang berakibat menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Atas kondisi itu, kargo LNG harus dijual oleh PT Pertamina (Persero) dengan merugi di pasar internasional. Sehingga menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan Negara sejumlah sekitar USD140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 Triliun.
Perbuatan GKK alias KA bertentangan dengan ketentuan diantaranya Akta Pernyataan Keputusan RUPS tanggal 1 Agustus 2012 tentang Anggaran Dasar PT Pertamina (Persero); Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008; Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-01/MBU/2011; dan Permeneg BUMN Nomor PER-03/MBU/08/2017 tentang Pedoman Kerja Sama BUMN.
Tersangka GKK alias KA kemudian disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (nt/win)