DEWAN - Pengumuman hasil rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. (bank indonesia) |
BANUATODAY.COM, JAKARTA - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 22-23 November 2023 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.
Keputusan ini, kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi, Erwin Haryono, tetap konsisten dengan kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak tingginya ketidakpastian global.
"Selain itu, sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor (imported inflation), sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1% pada 2023 dan 2,5±1% pada 2024," ujarnya.
Sementara itu, lanjut Erwin, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh melalui penguatan implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) untuk mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha.
Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, jelas dia, juga terus didorong untuk perluasan inklusi ekonomi dan keuangan digital.
Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, melalui upaya sebagai berikut:
1. Stabilisasi nilai tukar Rupiah melalui intervensi di pasar valas pada transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder;
2. Penguatan strategi operasi moneter yang “pro-market” untuk efektivitas kebijakan moneter, termasuk optimalisasi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), serta penerbitan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI);
3. Peningkatan efektivitas insentif likuiditas KLM melalui penguatan sosialisasi, komunikasi dan koordinasi dengan Pemerintah, otoritas keuangan, Kementerian/Lembaga, perbankan dan pelaku usaha;
4. Pendalaman kebijakan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) dengan fokus pada suku bunga kredit per sektor ekonomi (Lampiran);
5. Percepatan digitalisasi sistem pembayaran untuk efisiensi transaksi dan perluasan ekosistem Ekonomi Keuangan Digital (EKD), melalui:
- Peningkatan efektivitas implementasi kebijakan QRIS baik QRIS TUNTAS maupun Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk Usaha Mikro (UMI), serta perluasan kerja sama QRIS antarnegara;
- Perpanjangan masa berlaku kebijakan kartu kredit (KK) dan tarif Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) sampai dengan 30 Juni 2024, yaitu: (a) kebijakan batas minimum pembayaran oleh pemegang KK sebesar 5% dari total tagihan dan kebijakan nilai denda keterlambatan sebesar maksimum 1% dari total tagihan serta tidak melebihi Rp100.000; (b) tarif SKNBI sebesar Rp1 dari BI ke bank dan tarif SKNBI maksimum Rp2.900 dari bank kepada nasabah;
- Penguatan literasi Kartu Kredit Indonesia (KKI) Segmen Pemerintah guna meningkatkan efektivitas penggunaannya.
Dikatakan Erwin lagi, koordinasi kebijakan Bank Indonesia dan kebijakan fiskal Pemerintah terus ditingkatkan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Bank Indonesia memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis, termasuk program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), serta Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Transaksi Pemerintah Pusat dan Daerah (P2DD)," paparnya.
Sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), kata Erwin, juga diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha, khususnya pada sektor-sektor prioritas.
"Bank Indonesia memperluas kerja sama dengan bank sentral negara mitra, serta memfasilitasi penyelenggaraan promosi investasi dan perdagangan di sektor prioritas bekerja sama dengan instansi terkait," tandasnya.
Pertumbuhan ekonomi dunia melambat dengan ketidakpastian yang masih tinggi.
Ekonomi Amerika Serikat (AS) masih tumbuh kuat didorong oleh konsumsi rumah tangga dan sektor jasa yang berorientasi domestik, sementara ekonomi Tiongkok membaik didukung oleh konsumsi dan dampak stimulus kebijakan fiskal.
Secara keseluruhan, Bank Indonesia masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun 2023 sebesar 2,9% dan melambat menjadi 2,8% pada 2024.
Inflasi di negara maju masih di atas target dengan tekanan yang mulai mereda.
Dengan perkembangan inflasi ini, suku bunga kebijakan moneter termasuk Federal Funds Rate (FFR) diprakirakan bertahan tinggi dalam jangka waktu yang lama (higher for longer).
Yield obligasi Pemerintah negara maju, khususnya AS (US Treasury), naik tinggi karena premi risiko jangka panjang (term-premia) terkait tingginya kebutuhan untuk pembiayaan fiskal.
Ketidakpastian pasar keuangan masih berlanjut dan berpengaruh terhadap volatilitas aliran modal dan tekanan nilai tukar di negara emerging market.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat didukung oleh permintaan domestik.
Kinerja ekonomi triwulan III 2023 tumbuh sebesar 4,94% (yoy), ditopang oleh kuatnya konsumsi rumah tangga dan meningkatnya investasi di tengah turunnya konsumsi Pemerintah dan kinerja ekspor.
Pertumbuhan juga didukung oleh kinerja positif sebagian besar Lapangan Usaha (LU), terutama LU Industri Pengolahan, Perdagangan Besar dan Eceran, serta Konstruksi.
Secara spasial, seluruh wilayah masih tumbuh kuat, tertinggi di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua).
Pertumbuhan ekonomi diprakirakan tetap baik pada triwulan IV 2023, tecermin pada beberapa indikator dini seperti keyakinan konsumen, ekspektasi penghasilan, dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan dalam kisaran 4,5-5,3%.
Pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan meningkat didorong oleh tetap baiknya keyakinan konsumen, positifnya pengaruh pelaksanaan Pemilu, dan berlanjutnya pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN).
"Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan," tegas Erwin.
Kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap sehat sehingga mendukung terjaganya stabilitas eksternal. Defisit NPI pada triwulan III 2023 tercatat rendah, yaitu 1,5 miliar dolar AS, jauh lebih rendah dari defisit triwulan sebelumnya sebesar 7,4 miliar dolar AS.
Penurunan defisit didukung oleh lebih besarnya surplus neraca perdagangan dan lebih rendahnya defisit neraca modal dan finansial, di tengah ketidakpastian perekonomian global.
Memasuki triwulan IV 2023, kinerja positif neraca perdagangan berlanjut dengan surplus mencapai 3,5 miliar dolar AS pada Oktober 2023.
Aliran modal asing juga kembali masuk ke pasar keuangan domestik tecermin pada investasi portofolio hingga 21 November 2023 yang mencatat net inflows sebesar 2,6 miliar dolar AS (qtd). Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2023 tetap terjaga, yaitu sebesar 133,1 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,1 bulan impor atau 5,9 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Ke depan, NPI pada 2023 diprakirakan tetap terjaga dengan transaksi berjalan dalam kisaran surplus 0,4% sampai dengan defisit 0,4% dari PDB.
Pada 2024, NPI diprakirakan membaik didukung oleh aliran masuk modal asing sejalan dengan prospek perekonomian domestik yang tetap kuat.
Nilai tukar Rupiah terkendali sejalan dengan kebijakan stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia.
Nilai tukar Rupiah pada 22 November 2023 menguat 1,99% dibandingkan dengan level akhir Oktober 2023.
Secara year-to-date, nilai tukar Rupiah tercatat stabil, dengan depresiasi terbatas 0,04% dari level akhir Desember 2022, lebih baik dibandingkan dengan Rupee India, Baht Thailand, dan Ringgit Malaysia yang masing-masing tercatat melemah sebesar 0,70%, 1,70%, dan 5,84%.
Penguatan nilai tukar Rupiah ini didorong oleh aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi yang tetap baik dengan stabilitas yang terjaga dan imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Ke depan, upaya stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dan mendukung pengendalian imported inflation.
Strategi operasi moneter “pro market" melalui instrumen SRBI dan SVBI dioptimalkan guna meningkatkan manajemen likuiditas institusi keuangan domestik dan menarik masuknya aliran portofolio asing dari luar negeri.
Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha untuk mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sejalan dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
Inflasi tetap rendah dan terjaga dalam kisaran sasaran 3,0±1%.
Inflasi IHK Oktober 2023 terkendali pada 2,56% (yoy), meskipun sedikit lebih tinggi dari level bulan sebelumnya sebesar 2,28% (yoy).
Inflasi inti tercatat sebesar 1,91% (yoy), menurun dari bulan sebelumnya sebesar 2,00% (yoy), sebagai hasil dari konsistensi kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar Rupiah oleh Bank Indonesia.
Inflasi kelompok volatile food tetap terjaga sebesar 5,54% (yoy), sejalan dengan eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam TPIP dan TPID melalui penguatan GNPIP di berbagai daerah.
Inflasi kelompok administered prices tercatat 2,12% (yoy), sedikit meningkat dari level bulan sebelumnya sebesar 1,99% (yoy).
Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati sejumlah risiko yang dapat mengganggu terkendalinya inflasi, termasuk dampak tingginya harga energi global, harga pangan domestik, dan tekanan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap imported inflation.
Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan mempererat sinergi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1% pada 2023 dan 2,5±1% pada 2024.
Bank Indonesia terus memperkuat inovasi untuk meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dalam memastikan terkendalinya inflasi dan tetap stabilnya nilai tukar Rupiah.
Dalam kaitan ini, Bank Indonesia mengoptimalkan instrumen moneter SRBI dan SVBI yang “pro-market" dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung upaya menarik portfolio inflows, dengan mengoptimalkan aset SBN dan surat berharga valas yang dimiliki oleh Bank Indonesia sebagai underlying.
Lelang SRBI hingga 21 November 2023 telah mencapai Rp168,81 triliun, yang antara lain didorong oleh aliran investasi portofolio asing sebesar Rp27,25 triliun. Selain itu, Bank Indonesia juga menerbitkan SVBI sebagai instrumen moneter valas dengan lelang perdana pada 21 November 2023.
Pasar menyambut baik penerbitan SVBI, sebagaimana tecermin pada tingginya penawaran sebesar 266,5 juta dolar AS, lebih tinggi dibandingkan dengan target indikatif lelang sebesar 200 juta dolar AS.
Selanjutnya, Bank Indonesia merencanakan penerbitan SUVBI dengan lelang perdana pada 28 November 2023. Berbagai inovasi instrumen ini diharapkan dapat mendukung strategi operasi moneter yang “pro-market" dan dapat menarik aliran modal masuk untuk memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dari dampak rambatan global.
Likuiditas perekonomian tetap memadai. Penempatan giro bank di Bank Indonesia menurun sejalan dengan implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial, yang secara keseluruhan mengakibatkan pertumbuhan uang primer (M0) pada Oktober 2023 mencatat kontraksi sebesar 7,5% (yoy).
Sementara itu, pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) pada Oktober 2023 tercatat sebesar 3,4% (yoy), ditopang oleh pertumbuhan yang cukup kuat pada uang kuasi sebesar 7,8% (yoy) dan uang kartal sebesar 6,7% (yoy).
Dari faktor yang memengaruhinya, pertumbuhan M2 didorong oleh kredit yang tetap kuat dan ekspansi operasi keuangan Pemerintah.
Operasi keuangan Pemerintah pada Oktober 2023 mencatat ekspansi sebesar Rp85,43 triliun setelah sebelumnya mencatat kontraksi sebesar Rp269,36 triliun sampai dengan September 2023.
Likuiditas perbankan yang masih memadai mendukung ketahanan stabilitas sistem keuangan. Pada Oktober 2023, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap terjaga tinggi, yaitu 26,36%.
Penerbitan SRBI juga menambah fleksibilitas perbankan dalam mengelola likuiditas sehingga turut mendukung terjaganya lending capacity perbankan.
Perkembangan likuiditas tersebut berdampak positif terhadap suku bunga perbankan, dengan suku bunga deposito perbankan jangka waktu 1 bulan dan suku bunga kredit pada Oktober 2023 masing-masing terjaga pada 4,40% dan 9,37%.
Likuiditas perbankan yang tetap memadai juga didukung oleh implementasi KLM yang efektif berlaku sejak 1 Oktober 2023, dengan besaran total insentif likuiditas mencapai Rp138 triliun per November 2023.
Bank Indonesia terus meningkatkan efektivitas implementasi insentif likuiditas KLM untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas guna mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Intermediasi perbankan diprakirakan juga terus tumbuh positif, didukung oleh lending capacity perbankan yang baik sejalan dengan likuiditas yang memadai. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai 3,43% (yoy) pada Oktober 2023.
Sementara itu, kredit perbankan pada Oktober 2023 tumbuh 8,99% (yoy), didukung peningkatan permintaan pembiayaan sejalan dengan kinerja korporasi dan konsumsi rumah tangga yang terjaga. Secara sektoral, pertumbuhan kredit terutama ditopang oleh sektor Jasa Sosial, Jasa Dunia Usaha, dan Pertambangan.
Pembiayaan syariah juga terus meningkat mencapai 14,68% (yoy) pada Oktober 2023. Di segmen UMKM, pertumbuhan kredit mencapai 8,36% (yoy), antara lain didukung oleh penyaluran KUR yang meningkat.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mendorong penyaluran kredit/pembiayaan perbankan dan memperkuat sinergi dengan Pemerintah untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, terutama pada sektor-sektor prioritas, inklusi, dan ekonomi hijau.
Dengan memerhatikan perkembangan tersebut, prospek pertumbuhan kredit pada 2023 diprakirakan tetap di kisaran 9-11% dan meningkat pada 2024.
Ketahanan stabilitas sistem keuangan juga dipengaruhi oleh permodalan yang tinggi dan risiko kredit yang rendah.
Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) tercatat pada level yang tinggi sebesar 27,33% pada September 2023.
Sementara itu, risiko kredit juga terkendali, tecermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang rendah yakni sebesar 2,43% (bruto) dan 0,77% (neto).
Hasil stress-test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan yang tetap kuat dalam menghadapi tekanan global.
Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi dengan KSSK dalam memitigasi berbagai risiko yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan dan momentum pertumbuhan ekonomi.
Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap kuat didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Pada Oktober 2023, nilai transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 17,67% (yoy) sehingga mencapai Rp41,71 triliun, sementara nilai transaksi digital banking tercatat Rp5.118,89 triliun atau tumbuh sebesar 15,57% (yoy).
Nominal transaksi QRIS tercatat tumbuh 186,08% (yoy) dan mencapai Rp24,97 triliun, dengan jumlah pengguna 43,44 juta dan jumlah merchant 29,63 juta yang sebagian besar merupakan UMKM.
Bank Indonesia terus mendorong akselerasi digitalisasi sistem pembayaran dan perluasan kerja sama sistem pembayaran antarnegara guna mendorong inklusi ekonomi keuangan dan memperluas ekonomi dan keuangan digital.
Sementara itu, nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit mencapai Rp664,87 triliun atau turun sebesar 3,53% (yoy).
Dari sisi pengelolaan uang Rupiah, jumlah Uang Kartal Yang Diedarkan (UYD) pada Oktober 2023 meningkat 5,73% (yoy) sehingga menjadi Rp957,74 triliun.
Bank Indonesia terus memastikan ketersediaan uang Rupiah dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah NKRI, termasuk pemenuhan untuk kebutuhan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Selain itu, Bank Indonesia juga terus memastikan ketersediaan uang Rupiah dengan kualitas yang terjaga di seluruh wilayah NKRI melalui program pengedaran uang Rupiah ke daerah Terluar, Terdepan, Terpencil (3T) serta kegiatan Kas Keliling, Kas Titipan dan Ekspedisi Rupiah Berdaulat. (Bi/Niz)