Trending

Pertamina Gandeng Perusahaan Energi Tiongkok Sinopec

MOU - Nota Kesepahaman (MoU) antara Direktur Utama & CEO PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, dan Ma Yongsheng, Ketua Sinopec Group. (pt. pertamina)


BANUATODAY.COM, SHANGHAI - PT Pertamina (Persero) memperluas kerja sama bisnisnya dengan SINOPEC, perusahaan energi milik negara Tiongkok, untuk mempercepat komitmen transisi energi dan meningkatkan peluang pengembangan bisnis global.

Langkah ini ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Direktur Utama & CEO PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, dan Ma Yongsheng, Ketua Sinopec Group, di Shanghai, Tiongkok pekan lalu.

MoU antara kedua badan usaha milik negara dari Indonesia dan Tiongkok meliputi berbagai kegiatan bisnis, mulai dari hulu, hilir, hingga energi baru dan terbarukan (EBT) atau new and renewable energy (NRE), hingga pengembangan kemampuan sumber daya manusia.

Selama acara tersebut, Nicke Widyawati, Direktur Utama & CEO PT Pertamina (Persero), menekankan pentingnya kolaborasi dengan mitra strategis untuk mempercepat bisnis perusahaan selama era transisi energi saat ini.

“Di tengah tantangan yang dihadapi akibat perubahan iklim dan transisi energi, kolaborasi dengan mitra krusial untuk mengatasi isu-isu ini dan mempercepat pertumbuhan bisnis Pertamina melalui transfer pengetahuan dan teknologi.”

Nicke lebih lanjut menjelaskan, SINOPEC merupakan salah satu perusahaan minyak dan gas internasional yang memiliki keahlian di bidang CCUS, unconventional hydrocarbon, petrokimia, hidrogen, dan lainnya. Hal ini memungkinkan Pertamina untuk belajar dan mengembangkan bisnisnya.

Sebelumnya, Pertamina Hulu Energi sebagai salah satu Anak Perusahaan Pertamina telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan sektor hulu SINOPEC.

Oleh karena itu, kolaborasi saat ini diharapkan dapat memperkuat implementasi kolaborasi antara kedua perusahaan.

Ma Yongsheng, Ketua Sinopec Group, memperkukuh kerja sama saling menguntungkan saat ini. 

Ia menyatakan bahwa Sinopec menyoroti pentingnya kerja sama saling menguntungkan.

Ia percaya bahwa transisi energi global memerlukan kerja sama yang berkelanjutan, dan mendorong tim dari kedua belah pihak untuk berupaya mencapai kerja sama yang lebih baik, serta secara pribadi mengatur kelompok perwakilan senior dari Pertamina untuk mengunjungi ladang minyak Shengli.

Nicke menjelaskan bahwa Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan dalam mencapai keamanan energi, seperti ketergantungan pada bahan bakar fosil, penurunan produksi minyak, dan peningkatan terus menerus dalam permintaan energi nasional.

"Keamanan energi merupakan prioritas utama bagi Indonesia, oleh karena itu kita perlu mengurangi ketergantungan pada impor dengan mendiversifikasi energi, mengoptimalkan sumber daya energi lokal sambil memperluas akses ke sumber energi yang lebih bersih," ujar Nicke.

Menurut Nicke, Indonesia adalah jalur strategis untuk rantai pasokan global dalam transisi energi, kaya akan sumber energi terbarukan dan bahan-bahan penting yang dibutuhkan untuk transisi energi, seperti Nikel, Bauxit, Tembaga, termasuk potensi untuk NRE, Solusi Berbasis Alam (NBS), dan CCUS.

Nicke menyebutkan bahwa untuk memanfaatkan potensi penting Indonesia, Pertamina memainkan tiga peran penting dalam membentuk lanskap energi. 

Pertama, memastikan ketahanan energi Indonesia dengan meningkatkan kapasitas pasokan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Kedua, memobilisasi sumber daya domestik untuk mengurangi defisit perdagangan minyak dan gas dengan meningkatkan penggunaan sumber energi domestik. 

Ketiga, melakukan dekarbonisasi, efisiensi energi, dan transisi energi, dengan target Emisi Net Zero (NZE).

Nicke menjelaskan, "Pertamina telah mengembangkan inisiatif strategis yang komprehensif, mencakup dekarbonisasi operasional, mendirikan bisnis emisi karbon rendah, dan melaksanakan program penurunan karbon.

“Dukungan kuat kami terhadap NZE melibatkan transformasi cara kami menjalankan bisnis dan mengelola operasi perusahaan untuk memprioritaskan keberlanjutan," kata Nicke.

Namun, Nicke mencatat bahwa Indonesia masih menghadapi hambatan dalam mempercepat transisi energi, seperti akses ke pembiayaan yang kompetitif, kemajuan teknologi, pendanaan tahap awal, dan peningkatan kemampuan sumber daya manusia.

"Oleh karena itu, untuk benar-benar berhasil dalam transisi energi ini, kita menyadari pentingnya dukungan yang tepat dan dorongan melalui kemitraan strategis. Saya percaya bahwa bisnis berkelanjutan dibangun melalui kekuatan kolaborasi dan kemitraan," pungkas Nicke. (Pr/Niz)

Lebih baru Lebih lama