Trending

Rahmat Bagja Tegaskan Dugaan Kebocoran Data Pemilih Bukan dari Bawaslu, Minta KPU Segera Respon Sumbernya

PENGAWAS - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Rahmat Bagja. (bawaslu)


BANUATODAY.COM, JAKARTA - Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menegaskan isu kebocoran data pemilih bukan bersumber data daftar pemilih tetap (DPT) yang diberikan KPU kepada Bawaslu. Menurutnya, KPU harus segera merespon (menindaklanjuti) sumber kebocoran data pemilih yang kini marak menjadi pemberitaan di media massa.

Bagja menyanggah salah satu pernyataan data pemilih tersebut diberikan KPU salah satunya kepada Bawaslu.

Dia menegaskan, tak benar apabila ada informasi data yang menyatakan data pemilih yang diduga dibocorkan itu data DPT yang diberikan KPU kepada Bawaslu.

"Padahal, data yang diberikan ke Bawaslu hanya by name by adress. Tanpa ada NIK (nomor induk kepegawaian) dan KK (kartu keluarga,' katanya saat menjadi salah satu narasumber program Peta Politik Nasional bertajuk Usut Kebocoran Data Pemilu 2024 yang diselenggarakan TVRI di Jakarta, Senin (4/12/2023).

Dia bercerita, data pemilih yang diberikan KPU kepada Bawaslu diberikan setelah (penetapan) DPT. 

"Jangan pula dalam hal ini kami (Bawaslu) diikutkan. Silon saja kami tak punya akses. Oleh karena itu, KPU harus berhati-hati terhadap data yang dipunya," tuturnya.

Bawaslu sendiri, lanjutnya, hingga kini belum menerima laporan atau aduan dugaan pelanggaran yang berkaitan dengan dugaan kebocoran data pemilih tersebut. 

"Sejauh ini belum ada laporan (dugaan pelanggaran) dari masyarakat yang disampaikan kepada Bawaslu,' akunya.

Bagja mengungkapkan, DPT merupakan hasil pencocokan dan penelitian (coklit) oleh KPU dari Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4). 

Kemudian, ungkapnya, data tersebut mengalami penyempurnaan menjadi daftar pemilih sementara (DPS) dan daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHb).

"Nah bisa nanti dilihat apakah itu DP4 atau DPT. Salinan DPS sudah diumumkan tiap kelurahan/desa oleh PPS yang tak mencantumkan NIK," tegasnya.

Kalau ada NIK-nya, lanjut dia, berarti bukan data yang diberikan kepada Bawaslu atau peserta pemilu. 

"Oleh sebab itu, kami mewanti-wanti KPU untuk bekerja sama dengan Bareskrim Polri dan BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) untuk mengecek tempat penyimpanan data sudah baik atau ada kemungkinan bocor," tuturnya.

Pada Pemilu 2019 dia mengungkapkan, data pemilih mencantumkan NIK, namun ada enam hingga delapan digit ditutup. 

Akan tetapi, Bagja menegaskan data yang saat ini disebarkan KPU termasuk kepada Bawaslu seluruhnya tanpa NIK.

Dia pun mengingatkan, dugan kebocoran data ini bisa berimplikasi lebih luas terhadap kepercayaan masyarakat. 

Bagja mengkhawatirkan, dalam proses pemilu saat ini bisa menimbulkan isu yang dapat membuat ketidakpercayaan publik. 

"Nanti bisa saja 'digoreng' ke sana ke sini isunya. Perlu dilihat nanti apakah Sirekap juga bis dijebol (diretas). Kalau bisa tentu menimbulkan pertanyaan apakah sistem informasi yang dimiliki KPU menjadi bis dijebol?Ini perlu kita jaga bersama. Jangan sampai ada ketidakpercayaan kepada KPU," sebutnya.

Untuk itu, dirinya meminta KPU melakukan respon yang cepat. 

"Jangan sampai ditunda. Kalau ada masalah akhir, maka akan berdampak terhadap sengketa hasil pemilu. Pemilu ini mahal, jangan sampai membuat banyak pengulangan seperti banyak PSU (pemungutan suara ulang)," tegasnya. (Nt/fzl)

Lebih baru Lebih lama