DUA - HM Rosehan NB SH (dua dari kanan) di depan Masjid Qiblatain. (dok. pribadi) |
BANUATODAY.COM - Jejak sang Khalifah merupakan program yang dirancang HM Rosehan Noor Bahri NB SH bersama travel Mulia Hati.
Program ini mengangkat kisah singkat tempat-tempat bersejarah Islam di jazirah Arab dan berbagai cerita tentang perjalanan Rasulullah.
Jejak sang Khalifah pada 1445 Hijriyah ini telah memasuki tahun ke-15, ditayangkan setiap Ramadhan menjelang magrib di Banjar TV dan Prima TV.
Tahun ini, salah satu tempat bersejarah yang diangkat, adalah Masjid Qiblatain yang berada di Madinah.
Masjid Qiblatain, dikenal juga dengan dua arah kiblat.
Masjid yang dulu bernama Masjid Bani Salamah itu menjadi saksi perpindahan arah kiblat kaum Muslim.
Masjid Qiblatain terletak di Quba, tepatnya di atas sebuah bukit kecil di sebelah utara Harrah Wabrah, Madinah. Masjid Qiblatain mula-mula dikenal dengan nama masjid Bani Salamah, karena masjid ini dibangun di atas bekas rumah Bani Salamah.
Masjid ini terletak sekitar 7 kilometer dari Masjib Nabawi di Madinah.
Asal usul masjid Qiblatain ini, diawali dengan kedatangan Nabi Muhammad SAW beserta beberapa sahabat ke Salamah untuk menenangkan Ummu Bishr binti al-Bara yang ditinggal mati keluarganya.
Ketika itu bulan Rajab tahun 2 Hijriyah, Rasulullah shalat Zhuhur di Masjid Bani Salamah. Ia mengimami para jamaah.
Dua rakaat pertama shalat Zhuhur masih menghadap Baitul Maqdis (Palestina), sampai akhirnya malaikat Jibril menyampaikan wahyu pemindahan arah kiblat.
Wahyu datang ketika lelaki dijuluki Al-Amin ini baru saja menyelesaikan rakaat kedua.
Dalam Alquran Allah berfirman, “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Allah dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 144).
Begitu menerima wahyu ini, Rasul langsung berpindah 180 derajat, diikuti oleh semua jamaah melanjutkan shalat Zhuhur menghadap Masjidil Haram. Yang tadinya menghadap Baitul Maqdis dengan tetap melanjutkan rakaat ke dua bersama makmum (pengikut shalat), sejak saat itu, kiblat umat Islam berpindah dari Baitul Maqdis, Palestina (menghadap ke utara dari Madinah), menuju Masjidil Haram (menghadap arah selatan dari Madinah). Masjid Bani Salamah ini pun dikenal sebagai Masjid Qiblatain atau Masjid Dua Kiblat.
Pada awalnya, kiblat shalat untuk semua nabi adalah Baitullah di Mekah yang dibangun pada masa Nabi Adam AS, seperti yang tercantum dalam Al Quran Surah Ali Imran ayat 96 : “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk tempat beribadah manusia ialah Baitullah di Mekah yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”
Sedangkan Al Quds (yang kudus: Baitul Maqdis) ditetapkan sebagai kiblat untuk sebagian dari para nabi dari bangsa Israel. Al Quds berada disebelah Utara. Adapun Baitullah di Mekah disebelah Selatan sehingga keduanya saling berhadapan.
Kini bangunan Masjid Qiblatain memang memiliki dua arah mihrab yang menonjol (arah Makkah dan Palestina) yang umumnya digunakan oleh Imam shalat. Setelah direnovasi oleh pemerintah Arab Saudi, dengan hanya memfokuskan satu mihrab yang menghadap Ka’bah di Makkah dan meminimalisir mihrab yang menghadap ke Yerusalem, Palestina.
Ruang mihrab mengadopsi geometri ortogonal kaku dan simetri yang ditekankan dengan menggunakan menara kembar dan kubah kembar. Kubah utama yang menunjukkan arah Kiblat yang benar dan kubah kedua adalah palsu dan dijadikan sebagai pengingat sejarah saja. Ada garis silang kecil yang menunjukkan transisi perpindahan arah.
Di bawahnya terdapat replika mihrab tua yang menyerupai ruang bawah kubah batu di Yerusalem, bernuansa tradisional. (nt/fzl)