SOSPER - Anggota DPRD Kalsel, Karlie Hanafi sosialisasikan Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Anak. |
BANUATODAY.COM, BATOLA - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Selatan Karlie Hanafi menyampaikan keprihatinannya melihat masih banyak yang mengabaikan larangan eksploitasi pada anak.
Hal itu tersebut disampaikan, Karlie saat menggelar Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan tentang Perlindungan Anak yang digelar di Kantor Badan Kesbangpol Kabupaten Barito Kuala di Marabahan, Selasa (4/6/2024).
“Bentuk-bentuk eksploitasi pada anak masih sering dijumpai di Indonesia. Padahal, larangan eksploitasi pada anak sudah diatur dalam undang-undang dan pelaku bisa dihukum. Meskipun begitu, para pelaku seperti tak acuh pada hukum tersebut dan tetap melakukan eksploitasi pada anak-anak demi kepentingannya sendiri,” ujar politisi senior Partai Golkar Kalsel ini.
Dia menjelaskan, eksploitasi pada anak adalah perbuatan yang memanfaatkan anak sesuai kehendak untuk kepentingan dirinya sendiri yang dilakukan oleh keluarga atau orang lain dan perbuatan tersebut mengganggu tumbuh kembang fisik dan mental anak. Pada intinya, eksploitasi anak yaitu perbuatan yang menghilangkan hak-hak anak.
Sedangkan bentuk-bentuk eksploitasi pada anak dan UU yang mengaturnya, antara lain Pasal 20 UU Nomor 35 Tahun 2014, Pasal 76l UU Nomor 35 Tahun 2014, pencegahan tindakan bullying pada anak usia dini, UU Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta beberapa peraturan lainnya, termasuk Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 11 tahun 2018 tentang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Pada kesempatan itu narasumber Ir.H.Subiyarnowo, Kepala UPT PPA Dinas Pengendalian Penduduk , Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kabupaten Barito Kuala, pada menjelaskan bentuk-bentuk eksploitasi pada anak terdiri dari beberapa macam, mulai dari eksploitasi ekonomi, seksual, dan sosial. Eksploitasi yang cukup sering ditemukan yaitu eksploitasi ekonomi dan seksual. Berikut ini penjelasan dari bentuk eksploitasi anak.
Eksploitasi ekonomi pada anak yaitu menyalahgunakan tenaga anak berupa dimanfaatkan fisiknya untuk bekerja demi keuntungan orang yang mengeksploitasinya. Pekerjaan tersebut membuat anak kehilangan hak-haknya, misalnya karena dipaksa bekerja, anak tersebut tidak bisa sekolah, jarang dikasih makan, dan sebagainya.
Pekerjaan tersebut juga seharusnya belum bisa dikerjaan oleh seorang anak. Mirisnya, menurut data International Labour Organization, sekitar 168 juta anak menjadi pekerja anak dan sekitar 85 juta anak melakukan pekerjaan yang berbahaya.
“Selain itu, mengarahkan anak pada kata pornografi, asusila, atau perkataan porno lainnya termasuk ke dalam eksploitasi seksual pada anak,” jelas Subiyarnowo.
Eksploitasi sosial yaitu segala perbuatan pada anak yang bisa menyebabkan perkembangan emosionalnya terhambat. Misalnya memanfaatkan anak untuk meraih popularitas dan keuntungan ekonomi pelaku. Anak mungkin masih mendapatkan hak-hak seperti tempat tinggal yang layak, pendidikan dan sebagainya, tetapi emosionalnya terganggu.
Kegiatan apapun yang membuat anak melakukan sesuatu atau perbuatan seseorang membuat perkembangan emosional anak terganggu, maka kegiatan tersebut bisa termasuk ke dalam eksploitasi sosial pada anak. Perkembangan emosional anak sangat penting, sehingga jika terganggu akan memungkinkan membuat anak kehilangan hak-haknya.
Kegiatan sosialisasi peraturan perundangan tentang perlindungan anak ini mendapat sambutan antusias dari jajaran Badan Kesbangpol Kabupaten Barito Kuala, mulai dari Mirwan Efendi Sirwgar, ST, SH.MH serta segenap pegawai termasuk pula anggota Dharma Wanita unit Kesbangpol Kabupaten Barito Kuala. (naz/fsl)