MEWAH - Sebagian mobil mewah yang disita dari mantan bupari Kutai Kartanegara Rita Widyasari. (dok.kpk) |
BANUATODAY.COM, JAKARTA - Kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari terus dikembangkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sebanyak 91 mobil dan juga tas branded miliknya yang diduga hasil dari pencucian uang disita oleh KPK.
Karena banyaknya mobil tersebut, KPK menyimpannnya di dua tempat berbeda.
Disampaikan Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, penyitaan dilakukan dalam rangka mengoptimalkan asset recovery terkait hasil kejahatan yang dilakukan.
Dikatakannya, saat ini seluruh mobil disimpan di 2 tempat berbeda karena jumlahnya yang sangat besar.
Diterangkan Ali Fikri, sebagian besar aset tersebut masih dititipkan di rumah penyimpanan benda sitaan negara (Rupbasan) KPK Cawang dan Rupbasan Samarinda.
"Dan saat ini mobil dan motor dan barang bukti yang lain tentu sebagian besar dititipkan di Rupbasan KPK di Cawang dan juga ada di beberapa tempat lain di sana, di Kalimantan Timur, di Samarinda, dan juga masih dititipkan di beberapa pihak dalam rangka perawatannya," katanya.
Sebanyak 91 mobil yang disita tersebut didak dijelaskan secara rinci oleh KPK. Nmaun diantaranya terdapat beberapa merek mobil yang sangat mencolok seperti Lamborghini, McLaren, BMW, Hummer, dan Mercedes-Benz.
KPK juga menyita lima bidang tanah ribuan meter serta 30 jam tangan mewah dengan berbagai merek.
Selain itu KPK juga menyita 30 jam tangan mewah seperti Rolex, Richard Mille, hingga Hublot.
Sebelumnya, Rita Widyasari bersama Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 16 Januari 2018.
Keduanya diduga mencuci uang dari hasil tindak pidana gratifikasi dalam sejumlah proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sebesar Rp 436 miliar.
Rita Widyasari kini mendekam di Lapas Perempuan Pondok Bambu setelah dijatuhi hukuman 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 6 Juli 2018.
Ia terbukti menerima gratifikasi sebesar Rp 110,7 miliar dan suap Rp 6 miliar dari para pemohon izin dan rekanan proyek. (nas/sun)