BANUATODAY,COM,BANJARMASIN - Saat ini Indonesia sudah menghadapi penurunan daya beli masyarakat karena kenaikan sembako, sayur mayur, bahan bumbu dan lainnh di pasar tradisional.
Diungkapkan Ketua Kadin Kalsel Shinta Laksmi Dewi, dengan pendapatan relatif tetap maka hal ini membuat masyarakat harus menyesuaikan daya belinya.
"Apalagi dengan kenaikan 12 persen hang jika dikenakan pada produk kebutuhan masyarakat sehari-hari seperti minyak goreng, kecap, tepung, mie instan, maka akan semakin mendorong pelemahan daya beli. Dan ini berpotensinya menurunkan pendapatan daerah atau negara bahkan akan menambah economic burden bagi masyarakat bawah," jelasnya .
Untuk itu kiranya penetapan kenaikan PPN 12% harus di arahkan dengan bijak. Ditunda atau pun jika harus diterapkan, maka sasaran nya harus di tujukan ke sektor produk sekunder bukan primer.
Diungkapnya, negara memang perlu pemasukan utk pembiayaan proyek2 besar.Tetapi daya beli masyarakat tentu harus menjadi perhatian utama.
Kita ketahui bersamaKondisi ekonomi dan dunia usaha saat ini tidak baik baik saja.Bahkan sebentar lagi tahun 2025 sudah dibayang bayangi kenaikan PPN 12 %, target penerimaan pajak yang dikejar oleh pemerintah d tahun 2025, turunnya daya beli, geo politik yang bahkan meluas akibat serangan Israel ke Iran, penurunan nilai rupiah,
Penurunan kinerja sektor industri akibat serbuah produk import dari china, penurunan jumlah kelas menengah.
Untuk itu dunia usaha berharap Pemerintah mengkaji ulang kenaikan PPN menjadi 12% menghindari multiple effect di sektor ekonomi barang dan jasa.
"Untuk itu kami berharap hal ini dilakukan dengan pertimbangan kehati hatian dan tidak memberatkan masyarakat bawah. Jika memungkinkan hanya dikenakan PPN 12% kepada produk sekunder dan mewah," imbuhnya.(Naz/fsl)