ILUSTRASI energi nasional |
BANUATODAY.COM, JAKARTA - Komisi XII DPR RI dan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN).
RPP KEN merupakan adaptasi dari pertumbuhan ekonomi pemerintahan Presiden Prabowo mencakup ketahanan energi dan juga kemandirian energi.
“Hari ini kita telah menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional. Karena dalam undang-undangnya, RPP KEN ini harus mendapat persetujuan DPR," ujar Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Sugeng Suparwoto di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (3/2/2025).
Jadi hari ini tadi masing-masing fraksi memberikan pandangan dan menyatakan setuju dengan RPP, dengan Rancangan Peraturan Pemerintah yang telah diajukan,”
RPP KEN tersebut, ungkap Legislator Fraksi Partai Nasdem tersebut, sebenarnya telah dibahas kurang lebih sejak tahun 2022 akhir yang kala itu sudah dibahas di Komisi VII DPR RI kala itu di ujung pemerintahan Presiden Jokowi.
Hanya saja, lantas DPR bersama Pemerintah sepakat menunggu pemerintahan Prabowo dengan asumsi-asumsi baru.
Saat era Presiden Jokowi, terang Sugeng, asumsi pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,2%.
Sementara pertumbuhan ekonomi Pak Prabowo adalah 8%.
Oleh karena itu, tandas Sugeng, maka perubahan asumsi pertumbuhan ekonomi tersebut harus disesuaikan dan adaptasikan dengan target-target pertumbuhan tersebut.
“Bagaimana ketersediaan energi meliputi berbagai aspek, ada energi listrik, ada energi minyak dan gas dan seterusnya. Sehingga tadi telah tersusun RPP KEN merupakan adaptasi dari pertumbuhan ekonomi pemerintahan Pak Prabowo. Itulah sehingga disitulah dirancang sekaligus tercakup disitu selain mencakup ketahanan energi dan juga kemandirian energi,” tutur Sugeng.
Maka, lanjut Sugeng, sebagaimana disampaikan di forum bahwa Indonesia harus memanfaatkan sebesar-besarnya TKDN dengan mengutamakan adalah energi yang ada di negeri sendiri.
Di sisi lain, harus dipahami juga bahwa Indonesia telah menandatangani Paris Agreement.
Oleh karena itu, tegas Sugeng, Indonesia memiliki kewajiban national determination contribution NDC untuk menurunkan emisi.
“Maka energi fosil misalnya tidak dengan serta-merta kita hapus begitu saja. Karena menyangkut ini misalnya kita punya batu bara yang besar tetapi tetap saja kita terus menekan emisinya dengan berbagai cara. Misalnya salah satunya memanfaatkan ultra super critical PLTU sehingga menekan betul emisi karbon. Jadi sekali lagi fosil tetap kita manfaatkan dan pasti semua akan menuju transisi energi akan masuk ke energi baru, energi terbarukan,” jelas Sugeng.
“Karena pada demikian kita juga kaya sekali energi baru, energi terbarukan khususnya ada angin, ada juga panas bumi, kita juga punya matahari, tenaga surya dan juga pembangkit tenaga air dan juga bahkan juga gelombang laut pun demikian kita punya potensi besar. Tetapi semuanya itu tetap dalam kerangka affordability, harga yang bisa dijangkau oleh masyarakat,” pungkas Sugeng. (par/sun)